Sabtu, 21 April 2012

Sekilas Sejarah Awal Syiah di Nusantara

Ichsan

Islam diperkirakan mulai merembes ke wilayah Asia Tenggara mulai abad ke-12, namun hanya terbatas di beberapa wilayah tertentu saja. Hindu dan Budha kala itu masih kuat. Aliran yang mulai punya pengikut adalah aliran Syiah, Syafi'i dan Hanafi. Aliran agama Islam berdasarkan fiqh itu biasa disebut dengan istilah madzhab.

Syi'ah vs Syafi'i di Aceh
Aliran Syi'ah - artinya "partai" at au "golongan" - dibawa oleh para pendakwah yang mengikuti  perjalanan saudagar Gujarat, Persi, dan Arab. Kala itu aliran Syi'ah memang berkembang di Persia dan Hindustan. Pertama kali memasuki Perlak (kini Malaysia) dan Samudera Pasai (kini Aceh) atas dukungan penuh dari dinasti Fathimiah di Mesir. Tentara dari dinasti itu juga ikut mengawal kapal-kapal dagang. Semenjak dinasti Fatimiah rontok pada 1268, terputuslah hubungan antara kaum Syi'ah di pantai timur Sumatra dan kaum Syi'ah di Mesir.

Pada 1284, timbullah dinasti baru di Mesir berjuluk Mamaluk yang beraliran Syafi'i. Dinasti Mamaluk mengirimkan pasukan yang dipimpin Syaikh Ismail ke pantai timur Sumatra untuk memusnahkan aliran Syi'ah setempat. Target utamanya adalah untuk melenyapkan pengikut Syi'ah di kesultanan Perlak dan Pasai. Syaikh Ismail berhasil membujuk Marah Silu yang Syi'ah untuk menyeberang ke aliran Syafi'i. Dua pengikut Marah Silu, Seri Kaya dan Bawa Kaya, ikut memel uk aliran Syafi'i. Mereka lalu berganti nama menjadi Sidi Ali Chiatuddin dan Sidi Ali Hasanuddin.

Sebagai catatan, aliran Syafi'i dirintis oleh Muhammad ibn Idris as-Sayfi'i, lahir pada tahun 767. Syafi'i mengajarkan alirannya di Baghdad, kemudian di Mesir. Dinasti Mamaluk menobatkan Marah Silu menjadi sultan pertama kesultanan Samudera dengan gelar Malikul Saleh. Selama sultan berkuasa, pengikut Syi'ah ditindas. Atas dukungan armada Syaikh Ismail, Marah Silu berhasil menggempur dan
menguasai kesultanan Pasai. Sepeninggal sultan Malikul Saleh, pada 1295 aliran Syi'ah mendapat angin baru di kesultanan Aru/Barumun, yang dipimpin oleh Malikul Mansur, putra Malikul Saleh.

Catatan: Marah Silu sebelumnya penganut Hindu. Lalu diislamkan oleh Syi'ah, kemudian berhasil dibujuk oleh Dinasti Mamaluk untuk mengikuti aliran Syafi'i.

Di antara para p enganjur aliran Syi'ah yang utama di pantai timur Sumatra ialah darwis dan penyair Hamzah Fansuri dari Baros dan ahli sufi Syamsuddin al Samatrani pada masa pemerintahan sultan Iskandar Muda. Aliran Syi'ah di kesultanan Aceh itu pun kemudian dibasmi oleh para pengikut aliran Syafi'i yang dipimpin oleh Syaikh Nurrudin Ar-Raniri. Nurruddin adalah seorang ahli sunnah asal Gujarat yang mukim di Aceh sepeninggal sultan Iskandar Muda. Kitab-kitab ajaran tasawuf wujudiah (ajaran emanasi) yang berkonsep "saya adalah Tuhan" (ana al-haqq), dimusnahkan dengan cara dibakar.

Berkat perkawinan putri sultan Zainul Abidin Bahian Syah dari Samudera/ Pasai dengan sultan pertama Malaka Parameswara, aliran Syafi'i berkembang pesat di pantai barat Semenanjung. Parameswara ikut aliran Syafi'i dan berganti nama menjadi Megat Iskandar Syah pada 1414. Parameswara adalah pangeran terakhir dari kerajaan Sriwijaya Palembang yang dulunya beragama Budha.

Syi'ah vs Wahabi di Minangkabau

Aliran Syi'ah menjalar dari Aceh ke daerah Minangkabau, yang persebarannya dimulai sejak 1128. Pada waktu itu, laksamana Nazimudin Al-Kamil mengadakan gerakan militer dari pantai Aceh ke sungai Kampar Kanan dan Kiri, untuk menguasai hasil lada di daerah tersebut. Nazimudin gugur saat ekspedisi pada 1128. Daerah sungai Kampar dikuasai oleh pedagang-pedagang asing yang menganut aliran Syi'ah, dan disokong oleh dinasti Fathimiah di Mesir. Mereka ingin memonopoli hasil lada. Hasil lada itu diangkut ke bandar Perlak, terus dibawa ke pasaran Gujarat.

Pada 1803, tiga tokoh beraliran Wahabi bermazhab Hambali, Haji Piobang, Haji Sumanik, dan Haji Miskin, membentuk gerakan pembersihan agama. Gerakan mereka disponsori oleh Abdullah ibn Saud di Riyadh. Sebagai catatan, ketiga haji tersebut pernah menjadi tentara di Turki. Timbullah ketegangan antara golongan kaum adat yang menganut aliran Syi'ah dan para pengikut gerakan Wahabi. Akhirnya mereka berhasil membasmi kaum Syi'ah di Minangkabau, nyaris tak tersisa. Di Irak, pada 1801, gerakan Wahabi juga sibuk memberantas kaum Syi'ah, dan berhasil merebut Karbala. Masjid-masjid Syi'ah dan makam-makam keturunan Hasan Husein, cucu Nabi Muhammad, dibumihanguskan. Pada 1802, tentara Wahabidi bawah pimpinan Abdullah ibn Saud, putra Abdul Aziz ib Saud, berhasil merebut kota Makah dan Madinah, serta mengusir tentara Turki dari jazirah Arab. Karena pembebasan kota Makah dan Madinah dari kekuasaan Turki yang beraliran Hanafi itu, maka gerakan Wahabi menjadi terkenal di dunia internasional.

Ketiga haji asal Minangkabau yang ikut dalam pasukan Turki yang menduduki Makah dan Madinah, ditangkap kelompok Wahabi. Karena mereka adalah orang asing, bukan orang Turki, mereka tidak dibunuh. Ketiga orang tersebut segera diindoktrinasi dalam gerakan Wahabi, lalu melepas aliran Hanafi-nya. Sekembalinya dari Makah pada 1803, mereka membentuk gerakan Wahabi di Minangkabau.

Timbullah ketegangan antara golongan kaum adat yang menganut aliran Syi'ah dan para pengikut gerakan Wahabi. Puncaknya, meletuslah Perang Padri. Akhirnya mereka berhasil membasmi kaum Syi'ah di Minangkabau, nyaris tak tersisa.

Penyebaran Mazhab Hambali dimulai tahun 1804 dengan pemusnahan keluarga Kerajaan Pagarruyung di Suroaso, yang menolak aliran baru tersebut. Hampir seluruh keluarga Raja Pagarruyung dipenggal
kepalanya oleh pasukan yang dipimpin oleh Tuanku Lelo, yang nama asalnya adalah Idris Nasution. Hanya beberapa orang saja yang dapat menyelamatkan diri, di antaranya adalah Yang Dipertuan Arifin Muning Alamsyah yang melarikan diri ke Kuantan dan kemudian meminta bantuan Belanda. Juga putrinya, Puan Gadis dapat menyelamatkan diri, dan pada tahun 1871 menceriterakan kisahnya kepada Willem Iskandar.

Syi'ah dan Syafi'i di Pulau Jawa
Di Pulau Jawa, aliran Syi'ah mulai mendapat pasaran sejak berdirinya kesultanan Pajang pada pertengahan abad-16 di Jawa Tengah. Sebagai sultan pertama adalah Joko Tingkir (Sultan Hadiwijoyo). Wali Syaikh Siti Jenar atau Syaikh Lemah Abang adalah penganjur utamanya. Akibat ajarannya Syaikh Siti Jenar dibakar hidup-hidup oleh para wali lainnya.

Syi'ah juga dipandang 'mbalelo' karena tak mengakui keimanan dinasti Abasiyah dan Umayah yang aliran Sunni.

Kesimpulan

-Islam yang masuk ke Indonesia pada awalnya adalah dari berbagai macam aliran, bukan satu aliran saja.

-Munculnya kesultanan-kesultanan Islam di wilayah Nusantara disponsori oleh kekuatan asing di Timur Tengah dan Turki, serta peran serta komunitas China muslim yang sudah lama mukim di Nusantara.

-Masuknya Islam ke Indonesia tidak semuanya dengan jalan damai, tapi melalui perebutan kekuasaan dan perang. Hal ini akibat keterkaitan yang erat dengan gerakan Islam politik. Kini mayoritas muslim di Indonesia beraliran Sunni.

http://www.facebook.com/topic.php?uid=47853185798&topic=13130

1 komentar:

  1. Syiah itu berbeda dengan sufisme
    Kenapa dipersamakan?

    Wihdatul wujud bukan aliran dalam syiah

    BalasHapus