Selasa, 15 Mei 2012

Ahlulsunnah Syi’ah Bersatukah?

Oleh: Yasser Arafat
Belum lama ini saya membaca sebuah artikel yang dibuat oleh Adian Husaini, berisikan resume tentang buku bantahan yang membantah buku “Sunnah Syi’ah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?yang ditulis oleh Dr. Quraish Shihab. Buku bantahan yang berjudul cukup panjang, “Mungkinkah Sunnah Syi’ah dalam Ukhuwah? Jawaban atas buku Dr. Quraish Shihab (Sunnah Syi’ah bergandengan tangan! Mungkinkah)” itu disusun oleh Tim Penulis Buku Pustaka Sidogiri, Pondok Pesantren Sidogiri yang dipimpin oleh Ahmad Qusyairi Ismail.
Entah apa yang membuat aku ingin mencoba menanggapi tulisan seorang ulama ternama di Indonesia, yang terkenal kecakapannya sekelas Adian Husaini. Mohon kiranya tanggapanku ini tidak dimaknai sebagai bentuk kelancangan sikap seorang anak kecil yang masih bau kencur kepada seorang ustadz sepintar Adian Husaini. Sama halnya dengan apa yang dilakukan oleh Ahmad Qusyairi Ismail, yang katanya masih muda, ketika mengkritisi buku dari seorang ulama yang sudah sepuh dan telah menghasilkan satu buku tafsir Al-Qur’an.
Pada bagian sampul belakang buku terbitan Pesantren Sidogiri tersebut, ada sambutan dari KH. A. Nawawi Abdul Djalil seorang pengasuh Pesantren Sidogiri. Beliau berkata, ”Mungkin saja, Syi’ah tidak akan pernah habis sampai hari kiamat dan menjadi tantangan utama akidah Ahlulsunnah. Oleh karena itu, kajian sungguh-sungguh yang dilakukan anak-anak muda seperti ananda Qusyairi dan kawan-kawannya ini, menurut saya merupakan langkah penting untuk membendung pengaruh aliran sesat semacam Syi’ah.”
Membaca komentar dari ustadz A. Nawawi Abdul Djalil diatas, aku tergoda untuk mengutipkan beberapa perkataan ulama dan tokoh pejuang Islam mengenai Syi’ah, Revolusi Iran, dan Imam Khomeini.
Pandangan Beberapa Ulama Ahlulsunnah
Beberapa tahun silam Iran, negara yang saat itu tengah diperintah oleh seorang raja dzalim, melalui kegigihan dan ketabahan Imam Khomeini beserta para pengikutnya, berhasil melakukan sebuah revolusi Islam yang ditandai dengan digulingkannya raja dzalim yang berkuasa pada saat itu. Sehubungan dengan keberhasilan Revolusi Islam di Iran, ada beberapa pandangan negatif terhadapnya. Pandangan negatif itu muncul hanya karena yang melakukan revolusi ini adalah orang-orang Syi’ah yang, menurut sebagian umat Islam, dihakimi sebagai aliran sesat.
Dari ucapan A. Nawawi Abdul Djalil diatas menunjukkan bahwa sebenarnya ditengah-tengah umat Islam masih ada saja stigma negatif atas syi’ah yang berkembang. Usaha untuk mendiskreditkan Syi’ah nampak sekali tidak pernah berhenti sampai sekarang. Mulai dari dari memanipulasi kutipan-kutipan dari ucapan para ulama Syi’ah ternama, sampai menuduhkan sesuatu hal padahal hal tersebut tidak pernah dilakukan oleh umat Syi’ah. Sering kali juga perilaku salah satu umat Islam Syi’ah yang menyimpang, dijadikan busur panah fitnah yang diarahkan dan siap dilepaskan kepada Syi’ah guna membunuh karakter Syi’ah.
Berangkat dari fenomena tersebut, izinkan aku untuk mengutipkan pandangan para pejuang Islam di luar Syi’ah yang sekiranya dapat dijadikan sebagai indikator (petunjuk) apakah kaum Syi’ah (Imamiyah), yang merupakan mayoritas besar masyarakat Iran, dipandang sebagai sesama saudara Muslimin oleh kaum Muslimin yang bukan Syi’ah.
Dalam bukunya Al-Harakat al-islamiyyah wa al-Tahdits, Rasyid Al-Ghannusyi memandang adanya suatu pendekatan Islam yang baru, yakni sebagai yang telah dijelaskan dan diberi bentuk yang kukuh oleh Imam Hasan Al-Banna, Abul A’la Al-Maududi, Sayyid Quthub dan Imam Khomeini wakil-wakil yang paling penting dari cara pendekatan Islam pada gerakan jaman ini. Beliau juga berkeyakinan bahwa keberhasilan Revolusi Islam di Iran itu akan merupakan permulaan suatu peradaban Islam yang baru. Di bawah subjudul Apakah yang kita maksudkan dengan Gerakan Islam?, Al-Ghannusyi mengatakan: ”Yang kami maksudkan ialah pendekatan yang bersumber dari pengertian Negara Islam yang komprehensif (bersifat mampu menerima dengan baik), sesuai dengan tiga cara pendekatan (yang benar) oleh Ikhwanul Muslimin, Jama’at Islami di Pakistan, serta gerakan Imam Khomeini di Iran.” Beliau menuturkan lebih lanjut, ”Suatu operasi, yang mungkin akan merupakan suatu dari peristiwa-peristiwa dalam sejarah gerakan kemerdekaan di seluruh kawasan ini, telah dimulai di Iran, yang akan membebaskan Islam dari kekuasaan pemerintah yang memperalat Islam untuk mencegah gelombang revolusi ke kawasan itu.”
Maulana Abul A’la Al-Maududi, seorang ulama terkemuka yang juga pendiri dan pemimpin Jama’at Islami di Pakistan, mengeluarkan sebuah fatwa tentang Revolusi di Iran: ”Revolusi Khomaini adalah Revolusi Islam. Pesertanya dari kalangan umat Islam dan pemuda-pemuda yang terdidik dalam gerakan-gerakan Islam. Seluruh kaum Muslimin pada umumnya, dan gerakan-gerakan Islam pada khususnya, harus mendukung revolusi itu dan bekerja sama dengannya dalam segala-galanya.” (Majalah Al-Da’wah, Kairo, 29 Agustus 1979)
Rektor Universitas Al-Azhar dalam wawancaranya dengan koran al-Syarq al-Ausath yang diterbitkan di London dan Jeddah, 3 Februari 1979, mengatakan: ”Imam Khomeini adalah saudara kita dalam Islam. Kaum Muslimin, walaupun berbeda mazhab, adalah sesama saudara dalam Islam, dan Imam Khomeini berdiri di bawah panji yang sama dengan saya: Islam.”
Dari beberapa pendapat ulama-ulama tersebut, semuanya mengatakan bahwa Revolusi yang dipimpin oleh Imam Khomeini di Iran bukanlah Revolusi Iran, tetapi Revolusi Islam. Itu berarti Syi’ah itu muslim, dia bersaudara dengan Ahlulsunnah.
Petunjuk Jalan Lurus
Di dalam shalat yang sehari-hari kita lakukan, sebagai hamba Tuhan mengakui ketidakberdayaan di hadapan-Nya untuk mengetahuai secara pasti jalan manakah yang merupakan jalan lurus (kebenaran) dan jalan sesat (kebatilan). Pengakuan diri itu kita ucapkan ketika membaca surat Al-Fatihah ayat 6-7, Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”
Maka menurut hematku, kalau masih ada orang Islam yang merasa dirinya paling benar, dirinya paling berhak atas surga Tuhan, maka sebenarnya dia belum sepenuhnya menghayati makna shalat yang lima kali dalam sehari ia lakukan.
Di dalam Surat An-Nahl ayat 125, Tuhan lebih menegaskan lagi, Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Dengan segala kerendahan hati, aku ingin mengatakan kepada seluruh umat Islam, kita ini adalah makluk yang nisbi. Pengetahuan kita terkadang itu pengetahuan yang nisbi pula. Sudah sepantasnya kita yang nisbi ini merendahkan hati untuk tidak menganggap diri kita paling benar dan paling shaleh diantara yang lain. Bukankah Iblis dilaknat Tuhan ketika Iblis merasa dirinya paling baik dibandingkan manusia. Satu perkataan iblis yang terkenal, ”Ana khairum min hum. Aku lebih baik dari dia.” Perkataan itulah yang mengantarkan iblis pada laknat Tuhan.
Terakhir untuk menutup tulisan ini, aku ingin menyampaikan bahwa dalam Al-Qur’an Tuhan telah memerintahkan umat Islam yang telah terpecah belah, seperti yang disabdakan Rasulullah, untuk bersatu dan tidak berpecah belah. Persatuan Islam, dalam hal ini Ahlulsunnah dan Syi’ah, adalah suatu keniscayaan karena tidak mungkin Allah memerintahkan kita melakukan sesuatu sedangkan kita tidak mampu melakukannya. Tuhan memerintahkan sesuatu sesuai dengan kemampuan hamba-Nya.
Ambillah Hamas dan Hizbullah sebagai contoh. Keduanya menampilkan suatu keharmonisan dan kerjasama dalam melawan Zionis Israel. Ahlulsunnah yang diwakili oleh Hamas dan Syi’ah yang diwakili oleh Hizbullah berjuang melawan agresi militer Zionis Israel yang biadab.
Disaat Zionis Israel menghembuskan propaganda devide et impera, sekelompok umat Islam yang merasa dirinya paling benar dan paling shaleh juga ikut-ikutan menghembuskan nafas permusuhan dikalangan umat Islam. Mengapa sebagian dari kita malah senang melakukan sesuatu yang ujung-ujungnya menguntungkan pihak yang memusuhi Islam?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar